Redenominasi Rupiah: Apa Hubungannya dengan Psikolog, Akuntan, dan Koruptor?

Malanginspirasi.com – Wacana redenominasi rupiah memunculkan beragam dampak juga perspektif lintas disiplin.

Mulai dari dampaknya terhadap psikologi masyarakat, akuntansi, hingga potensi gangguan pada praktik ekonomi ilegal seperti korupsi.

Kajian MENARA (Membedah Narasi dan Realita) oleh UKM LKP2M UIN Malang, menilai kebijakan ini sebagai langkah multidimensi.

Di mana hal inimemengaruhi pemahaman masyarakat tentang nilai, harga, dan stabilitas ekonomi.

Pemantik diskusi, Bintang Rachmatulloh, menegaskan bahwa implementasi redenominasi membutuhkan kolaborasi banyak pihak.

“Pemerintah tidak bisa kerja sendiri. Bank Indonesia tidak bisa kerja sendiri. Mereka butuh partner. Partner yang mengerti perilaku manusia,” ujarnya.

Ia menerangkan bahwa peran psikolog akan menjadi penting dalam proses sosialisasi.

Menurutnya, redenominasi akan mengubah cara masyarakat memaknai uang.

“Sebelumnya Rp100.000 itu terasa besar, nantinya hanya jadi Rp100. Rasanya kecil. Perubahan mindset ini yang akan berdampak pada inflasi dan sebagainya,” jelasnya.

Selain itu, Bintang menyinggung besarnya biaya yang harus ditanggung negara.

Ia juga menilai belum ada negara yang sepenuhnya berhasil menerapkan redenominasi.

“Bahkan Turki, yang baru-baru ini melaksanakan redenominasi, kini kembali terkena inflasi,” tambahnya.

Bintang menekankan bahwa redenominasi bukan sekadar menghapus tiga nol, tetapi mengubah cara berpikir masyarakat terhadap nilai uang.

Ia juga menyebut perlunya keterlibatan lembaga pendidikan untuk menyatukan persepsi publik agar proses transisi tidak menimbulkan guncangan ekonomi.

“Per hari ini, 90% masyarakat Indonesia masih menggunakan uang cash,” ungkapnya.

Peserta diskusi, Habin Muharom, menilai tingginya penggunaan uang fisik dipengaruhi faktor psikologis.

“Kepercayaan pada uang fisik itu lebih tinggi. Uang kertas itu terasa lebih berharga untuk dipegang,” komentarnya.

Peran Mahasiswa Sosialisasikan Redenominasi dan Siapkan Generasi Melek Investasi
UKM LKP2M dan wartawan Malang Inspirasi foto dengan simbol Literasi, setelah membahas mengenai dampak redenominasi rupiah. (Ananda Putri Noviana)
Pihak Terdampak

Di sisi lain, Bintang menjelaskan bahwa akuntan juga akan menjadi pihak yang sangat terdampak.

“Akuntan ini berperan penting dalam perusahaan dan perekonomian. Mereka yang paling terdampak karena ada pengurangan angka,” ujarnya.

Perubahan ini juga berpotensi menyeret isu korupsi. Menurutnya, akuntan akan menjadi garda terdepan dalam mendeteksi aliran dana mencurigakan.

“Koruptor yang menyimpan uangnya di balik kasur atau bantal, kalau tidak ditukarkan, uang itu tidak berguna. Kalau dicuci ke emas atau usaha pun akan terlihat oleh akuntan. Tiba-tiba ada uang segini? Nah, bakal ketahuan secara tidak langsung,” jelasnya.

Ia memperkirakan lima tahun awal penerapan akan menjadi masa tersulit bagi para pelaku korupsi.

Ia juga mengutip data yang menunjukkan adanya peredaran dana gelap dalam jumlah masif.

“Per minggu kemarin, ada data yang menyebutkan bahwa Rp7.000 triliun tidak terdeteksi dan tidak tercatat di Bank Indonesia,” ujarnya.

Risiko lain dari redenominasi mencakup potensi hiperinflasi, terutama karena harga produk impor bisa naik dan menekan daya beli masyarakat.

Selain itu, Bintang mengingatkan adanya fenomena oportunistic rounding, yakni praktik penggenapan harga.

“Semisal harga 14.500 menjadi 14,5. Kalau tidak ada pecahan kecil, maka digenapkan ke atas jadi Rp15. Kalau satu dua kali mungkin tidak terasa, tapi kalau terus terjadi, angkanya besar,” jelasnya.

Oportunistic rounding ini, menurutnya, berpotensi marak terjadi pada perusahaan asing dan UMKM yang memanfaatkan momen transisi untuk meraup keuntungan tambahan.

Author

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *