#TolakPPN12% Sedang Ramai, Apakah Masyarakat Makin Konsumtif?

#TolakPPN12%, Sedang Ramai, Apakah Masyarakat Makin Konsumtif?
Ilustrasi tarif PPN naik 12% menjadi indikasi masyarakat makin konsumtif.

Malanginspirasi.com -Kenaikan tarif Pajak Pertambahan Nilai (PPN) dari 11% menjadi 12% per 1 Januari 2025 memicu protes. Tagar #TolakPPN12% menjadi trending topik di media sosial X, menunjukkan keresahan masyarakat terhadap kebijakan ini.

Desakan masyarakat yang disuarakan melalui aksi demonstrasi di depan Istana Negara pada 19 Desember 2024 lalu, memperkuat bahwasanya kebijakan ini sungguh mengusik masyarakat.

Atau barangkali aksi ini merupakan bentuk konfirmasi masyarakat akan perilaku yang makin konsumtif?,

Pola Konsumtif Masyarakat Perlu Disoroti

Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS) pada Rata-Rata Pengeluaran per Kapita Sebulan Untuk Makanan dan Bukan Makanan di Daerah Perkotaan 2024, menunjukkan bahwa 53.39% pengeluaran masyarakat Indonesia dialokasikan kepada kebutuhan bukan makanan.

Tak hanya itu, pada Konsumsi Pengeluaran, pengeluaran pada aneka barang & jasa mencapai lebih dari 20%. Barang kosmetik dan skincare menjadi produk yang mendominasi.

Konsumsi masyarakat Indonesia terhadap barang kosmetik dan skincare perlu diperhatikan.

Mengingat derasnya arus media sosial yang mengkampanyekan estetika, sehingga mendorong masyarakat untuk menjadikan kosmetik dan skincare sebagai kebutuhan dasar.

Fokus Kenaikan PPN

Pemerintah menyatakan bahwa kenaikan PPN difokuskan pada barang-barang konsumtif berikut:

1). Elektronik: TV, kulkas, smartphone.

2). Pakaian dan barang fashion: tas, sepatu.

3). Kendaraan bermotor: motor, mobil.

4). Produk digital: layanan streaming, aplikasi, game.

5). Makanan kemasan dan makanan di restoran.

6). Kosmetik dan Sabun

Bahan pokok seperti beras, gula, dan minyak goreng tetap bebas dari kenaikan PPN. Hal ini bertujuan untuk melindungi masyarakat berpenghasilan rendah.

Ilustrasi makanan restoran merupakan Barang Kena Pajak.

Sudut Pandang Mahasiswa Terhadap Pajak

Mahasiswa Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Negeri Malang turut memberikan pandangan mereka mengenai kebijakan ini.

Rona mengatakan, “Saya setuju dengan kenaikan PPN selama pemerintah mengalokasikan hasil pajak untuk pembangunan infrastruktur dan kesejahteraan masyarakat.”

Rodiyah menambahkan, “Sebagai mahasiswa ekonomi, kami memahami pentingnya pajak untuk negara. Fokus dari kenaikan tarif PPN ini sebenarnya tepat, karena bukan barang kebutuhan pokok.”

Tarif Naik, Bansos Jadi Solusi

Tak hanya kenaikan tarif yang memicu polemik. Solusi bansos yang ditawarkan pemerintah ketika tarif PPN 12% diperlakukan juga memicu perdebatan.

Kebijakan ini dinilai kurang efektif karena Barang Kena Pajak dari PPN bukanlah bahan pokok, sehingga masyarakat berpenghasilan rendah seharusnya tidak terlalu terdampak.

Tak hanya itu, skema bansos seringkali berpotensi mengalami salah sasaran dan penyelewengan, menjadikan kebijakan ini tidak relevan.

Alih-alih mengandalkan bansos, pemerintah dapat menggunakan kenaikan anggaran ini kepada alokasi strategis seperti pendidikan dan infrastruktur. Alokasi ini akan meningkatkan kesejahteraan jangka panjang juga menghindari ketergantungan masyarakat akan pemerintah.

Kesimpulan

Kenaikan tarif PPN 12% memang menimbulkan reaksi keras dari beberapa lapisan masyarakat. Namun, masyarakat juga perlu memahami perilaku konsumtif menjadi dasar kebijakan tersebut. Melalui transparansi dan efektivitas alokasi dana, kebijakan ini akan memberikan dampak positif pada masyarakat.

Tinggalkan Komentar