Malanginspirasi.com – Sebagai orang tua, niat kita mungkin ingin mendidik, menenangkan, atau memotivasi. Tapi terkadang, kalimat-kalimat yang terucap tanpa dipikir panjang justru meninggalkan luka emosional di hati anak.
Kata-kata yang tampak sepele bisa membentuk cara anak memandang dirinya sendiri. Dan sayangnya, banyak kalimat yang menyakitkan justru terucap dalam kondisi lelah, terburu-buru, atau saat emosi belum stabil.
Yang sering luput disadari adalah anak-anak merekam semuanya. Nada bicara, pilihan kata, hingga ekspresi saat kata itu terucap. Kalimat kecil yang kita anggap biasa, bisa menjadi suara di kepala mereka seumur hidup.
Beberapa kalimat mungkin sudah terlalu akrab di telinga kita sejak kecil, hingga tanpa sadar kita ulangi ke anak. Padahal, maknanya bisa memberi dampak negatif dalam jangka panjang.
Berikut beberapa contohnya:
1. “Kamu tuh kenapa nggak bisa kayak kakakmu?”
Kalimat ini terlihat seperti perbandingan ringan, tapi efeknya bisa menghancurkan rasa percaya diri anak. Mereka mulai berpikir bahwa dirinya tidak cukup baik dan harus menjadi orang lain untuk diterima.
2. “Udah, jangan nangis terus. Gitu aja kok.”
Niatnya mungkin ingin menenangkan, tapi yang diterima anak adalah emosimu tidak valid. Anak bisa tumbuh menjadi pribadi yang sulit mengekspresikan emosi dan memilih memendam semuanya sendiri.
3. “Ih, kamu malu-maluin banget sih!”
Saat anak melakukan kesalahan di tempat umum, kalimat ini sering muncul karena spontanitas rasa malu. Tapi hasilnya? Anak merasa dipermalukan dan bisa tumbuh dengan rasa takut membuat kesalahan.
4. “Kamu anak laki-laki, masa nangis?”
Melansir Parents.com, membatasi emosi anak laki-laki dengan stereotip seperti ini bisa berdampak buruk pada kesehatan mental jangka panjang.
Anak jadi belajar bahwa menunjukkan perasaan adalah kelemahan, dan ini bisa menumpuk jadi tekanan emosional.
5. “Makanya! Dari tadi Ibu udah bilang apa?”
Nada menyalahkan seperti ini memang sering muncul saat orang tua merasa kesal. Tapi alih-alih membuat anak belajar dari kesalahan, kalimat ini justru menumbuhkan rasa takut untuk mencoba lagi.
Anak Bukan Hanya Mendengar
Anak-anak tidak hanya mendengar kata-kata yang kita ucapkan. Mereka menyerap energi, membaca ekspresi, dan menyimpan makna di balik setiap kalimat. Saat anak sering menerima ucapan yang menyakitkan, rasa percaya dirinya bisa terkikis sedikit demi sedikit.
Lebih dari itu, mereka bisa tumbuh menjadi pribadi yang mempertanyakan harga dirinya, selalu merasa tidak cukup, atau bahkan menjadi sangat kritis terhadap diri sendiri.
Kata-kata kita bisa menjadi suara batin yang terus mereka dengar di masa depan, entah itu yang membangun, atau justru menghancurkan.
Apa yang Bisa Dilakukan Orang Tua?
Sebagai orang tua, kita semua pernah terpancing emosi dan mengucapkan hal yang tak seharusnya. Tapi yang terpenting bukanlah untuk menjadi sempurna, melainkan mau belajar dan memperbaiki. Berikut beberapa langkah sederhana:
1. Sadari pemicu emosimu sendiri
Sebelum bereaksi, tarik napas sejenak. Tanyakan: ini karena anak berbuat salah, atau aku sedang lelah?
2. Ganti kalimat menyalahkan dengan empati
Contohnya alih-alih berkata “Ih, kamu nakal banget sih!”, coba ubah jadi, “Ibu tahu kamu kecewa, tapi yuk kita cari cara lain.”
3. Ulangi kalimat positif setiap hari
Kata-kata seperti “Ayah bangga sama kamu”, “Terima kasih sudah mencoba”, atau “Nggak apa-apa salah, kita belajar sama-sama” bisa membentuk pondasi emosi yang kuat dalam diri anak.
4. Kalau terlanjur menyakiti, minta maaf
Anak belajar banyak dari permintaan maaf. Itu menunjukkan bahwa semua orang bisa salah, dan memperbaiki diri adalah hal yang berani dilakukan.
Setiap manusia tidak ada yang sempurna, termasuk orangtua sekalipun. Tapi anak-anak butuh orang tua yang mau hadir, belajar, dan mengupayakan hubungan yang sehat termasuk dalam hal tutur kata. Karena satu kalimat yang mereka dengar diwaktu kecil, dampaknya bisa terasa sampai ia dewasa.