Malanginspirasi.com – Banyak orang merasa jijik atau tak nyaman ketika membicarakan air seni, air kencing atau urine secara terbuka. Pasalnya, urine serng dianggap sebagai bagian dari kotoran tubuh yang tak pantas diumbar-umbar.
Padahal cairan ini harus dikeluarkan dari dalam tubuh secara berkala karena mengandung zat-zat beracun dan limbah yang sudah disaring oleh ginjal. Jika urine tak segera dikeluarkan, dapat membahayakan kesehatan ginjal dan organ-organ tubuh lainnya..
Urine adalah hasil dari sistem yang sangat kompleks, dengan ginjal sebagai pemeran utama. Sistem ini berevolusi untuk menjaga keseimbangan internal tubuh, kata Dr. David Pollock, profesor kedokteran di University of Alabama di Birmingham, yang juga menjadi salah satu direktur bidang fisiologi dan kedokteran kardio-renalis.
“Ginjal pada dasarnya menjaga kelangsungan hidup sel-sel tubuh,” ujarnya.
“Organ ini memastikan keseimbangan lingkungan internal dalam tubuh Anda,” lanjutnya.
Oleh karena itu, memahami kandungan dalam urine menjadi penting. Dan itu dimulai dengan memahami bagaimana urine terbentuk.
Proses Terbentuknya Urine
Urine diproduksi di ginjal, yang sering disebut sebagai penyaring darah. Namun, menurut Pollock, ginjal memiliki fungsi lebih dari sekadar penyaringan.
“Ada hubungan yang sangat erat antara jantung dan ginjal,” jelasnya.
Ginjal mengontrol jumlah natrium dan air yang disimpan tubuh. Kandungan air ini menentukan volume darah yang beredar. Semakin besar volumenya, semakin tinggi pula tekanan darah.
Pollock menegaskan bahwa ginjal adalah organ utama dalam mengatur tekanan darah.
“Ginjal bertanggung jawab memastikan tekanan darah tidak terlalu tinggi,” ucapnya.
Ginjal mengendalikan volume darah dengan mengatur kadar natrium. Saat tubuh menahan natrium, volume darah meningkat. Ginjal juga mengatur kadar kalium, yang membantu membatasi efek natrium.
Sementara itu, Dr. Janani Rangaswami, profesor kedokteran di George Washington University School of Medicine and Health Sciences, mengatakan natrium maupun kalium adalah elektrolit yang dijaga pada konsentrasi yang sangat presisi oleh ginjal.
Keseimbangan elektrolit ini sangat berpengaruh pada kesehatan. Kadar natrium yang terlalu rendah dapat menyebabkan kejang. Sedangkan kadar kalium yang terlalu tinggi atau terlalu rendah dapat mengganggu irama jantung.
Selain itu, ginjal juga berperan dalam menyeimbangkan keasaman darah dan menyaring limbah serta obat-obatan dari aliran darah.
Semua proses ini menghasilkan urine, yang mengalir dari ginjal melalui ureter ke kandung kemih dan disimpan hingga waktu yang tepat untuk dikeluarkan.
Menurut Rangaswami, tergantung pada ukuran tubuh seseorang, ginjal dapat menyaring sekitar 180 liter darah setiap hari. Dari jumlah tersebut, bisa dihasilkan sekitar 1-2 liter urine.
Namun, ia mengingatkan jumlah urine yang dihasilkan bisa sangat bervariasi tergantung pada jumlah cairan yang dikonsumsi, kesehatan ginjal, serta obat-obatan yang dikonsumsi.

Kandungan Urine
Kandungan urine dapat berubah setiap hari, namun sebagian besar, sekitar 91% hingga 96%, terdiri dari air.
Berikut beberapa komponen utama dalam urine:
Urea: Hasil pemecahan protein yang dikonsumsi tubuh. Urea sebagian besar terdiri dari nitrogen dan sering digunakan sebagai pupuk. Di masa lalu, urine digunakan dalam berbagai keperluan industri, seperti penyamakan kulit dan pencucian pakaian.
Elektrolit: Selain natrium dan kalium, urine juga mengandung klorida, magnesium, dan kalsium. Fosfor, salah satu elektrolit, menyebabkan urine bersinar di bawah sinar ultraviolet.
Asam urat: Dihasilkan saat tubuh memecah purin dalam makanan seperti daging, seafood, bir, dan kacang-kacangan. Kadar asam urat yang tinggi dapat menyebabkan batu ginjal atau asam urat.
Kreatinin: Produk limbah dari kerja otot dan pencernaan protein.
Tes UACR (urine albumin-creatinine ratio) dapat mendeteksi albumin dalam urine, yang bisa menjadi tanda awal penyakit ginjal. Pemeriksaan darah untuk melihat kadar kreatinin atau urea nitrogen juga dapat memberikan gambaran tentang fungsi ginjal dan risiko penyakit ginjal di masa depan.
Rangaswami menyampaikan, penyakit ginjal merupakan faktor risiko besar bagi penyakit kardiovaskular.
Apa yang Bisa Diketahui dari Warna Urine?
Pemeriksaan urine sudah dilakukan sejak zaman kuno. Dokter di Sumeria dan Babilonia mencatat hasil analisis urine pada tablet tanah liat 6.000 tahun lalu. Sementara teks Sanskerta dari tahun 100 SM mencatat 20 jenis urine.
Warna kuning urine berasal dari senyawa urobilin atau urochrome. Intensitas warna ini bergantung pada jumlah cairan yang dikonsumsi seseorang.
“Banyak pasien yang salah kaprah bahwa jika urine mereka berwarna kuning pekat, itu pertanda masalah kesehatan,” kata Rangaswami.
“Padahal, itu hanya tanda bahwa urine lebih terkonsentrasi. Biasanya, minum lebih banyak cairan akan membuatnya lebih jernih,” tegasnya.
Beberapa makanan, seperti bit dan asparagus, serta obat-obatan tertentu juga dapat mengubah warna atau aroma urine tanpa dampak kesehatan yang berbahaya.
Namun, jika terdapat darah dalam urine, sebaiknya segera periksa ke dokter. Urine yang terus-menerus berbusa juga bisa menjadi tanda kelebihan protein, yang perlu diperiksa lebih lanjut, terutama bagi mereka yang berisiko mengalami penyakit ginjal, seperti penderita diabetes, obesitas, atau tekanan darah tinggi.
Menjaga Kesehatan Ginjal
Rangaswami menganjurkan agar setiap orang memastikan tim medis mereka melakukan tes UACR secara rutin untuk memantau kesehatan ginjal. Selain itu, mereka yang memiliki kondisi seperti batu ginjal harus mengikuti saran dokter.
Secara umum, urine yang sehat menunjukkan ginjal yang sehat. Dan ginjal yang sehat dapat dijaga dengan kebiasaan yang baik untuk kesehatan secara keseluruhan.
“Pola makan yang baik untuk jantung juga baik untuk ginjal,” katanya.
Ini mencakup mengurangi konsumsi natrium, memperbanyak buah dan sayuran segar, serta memilih biji-bijian utuh, sambil menghindari makanan yang terlalu banyak diproses.
Pada akhirnya, memahami urine sangatlah penting karena ini berkaitan dengan kesehatan ginjal.
“Apa pun yang kita lakukan untuk menjaga kesehatan ginjal juga akan berdampak baik bagi kesehatan jantung,” pungkas Rangaswami.
Sumber: American Heart Association News