Tulisan Tegak Bersambung, Jejak Budaya Tangan dan Pikiran

Malanginspirasi.com – Presiden Prabowo menyampaikan bahwa pelajaran menulis perlu diadakan kembali di sekolah-sekolah.

“Saya minta Mendikdasmen meninjau kembali. Saya kira perlu mengadakan kembali pelajaran menulis, menulis dengan baik, menulis halus, dan menulis besar,” ujar Prabowo.

Prabowo menyampaikan pidatonya ini dalam sidang kabinet paripurna di Istana Negara, Kompleks Istana Kepresidenan, Jakarta Pusat, Senin (20/10/2025), dikutip dari kompasiana.com.

Mari fokus pada menulis halus. Apa itu menulis halus? Tulisan halus yakni kata lain dari tulisan tegak bersambung atau cursive handwriting.

Tulisan yang memiliki akar sejarah panjang dalam budaya tulis manusia.

Simak penjelasan di bawah ini mengenai tulisan halus atau tegak bersambung.

Asal Muasal Tulisan Tegak Bersambung

1. Zaman Romawi dan Yunani Kuno

Tulisan Tegak Bersambung, Jejak Budaya Tangan dan Pikiran
Tulisan round hand bahasa Inggris yang diedit oleh Philip Hofer dan diukir oleh George Bickham; dari The Universal Pannem (1743) (Britannica.com)

Pada masa ini, penulis menciptakan bentuk tulisan cepat menggunakan pena dan tinta, dengan tujuan efisiensi.

Mereka menggunakan teknik menghubungkan huruf‐huruf agar tidak perlu sering mengangkat pena saat menulis di atas papirus atau perkamen.

2. Abad ke-8 hingga ke-9

Tulisan Halus, Jejak Budaya Tangan dan Pikiran
Tulisan Carolingian Minuscule adalah aksara utama yang digunakan di Eropa antara abad ke-8 dan ke-12. (Transkribus.org/Bernd Preiss via Wikimedia Common)

Pada masa kekuasaan Charlemagne, para cendekiawan mengembangkangaya tulisan Carolingian minuscule.

Gaya ini menjadi fondasi bagi tulisan Latin modern karena bentuknya rapi dan mudah dibaca.

3. Abad ke 17-18 di Eropa

Tulisan Tegak Bersambung, Jejak Budaya Tangan dan Pikiran
Copperplate script oleh John Ayres, 1683; dalam koleksi Columbia University Libraries (Britannica.com)

Kemudian pada abad ini, tulisan tegak bersambung berkembang menjadi bentuk elegan seperti Copperplate dan Round Hand di Eropa.

Sekolah-sekolah mengajarkan gaya ini untuk membentuk karakter siswa yang telaten dan tertib.

Masuknya Tulisan Tegak Bersambung ke Indonesia

Tulisan tegak bersambung mulai dikenal di Indonesia pada masa pendidikan kolonial Belanda.

Pemerintah kolonial menekankan kemampuan menulis rapi dan formal, sehingga masyarakat menganggap bahwa tulisan bersambung sebagai simbol kecerdasan serta kedisiplinan.

Setelah Indonesia merdeka, sekolah dasar tetap mengajarkan gaya tulisan ini dalam pelajaran Bahasa Indonesia, dengan istilah “tulisan halus” atau “tulisan sambung.”

Kurikulum di Indonesia

Pemerintah Indonesia menetapkan tulisan tegak bersambung sebagai bagian wajib dalam pembelajaran Bahasa Indonesia pada kurikulum 1957.

Pada masa ini, pelajaran menulis halus dan menulis indah menjadi salah satu kompetensi dasar di kelas 1-3 SD.

Berlanjut ke kurikulum 1984 dan 1994, Depdikbud tetap mempertahankan gaya tulisan ini.

Dalam buku pelajaran “Bahasa Indonesia untuk SD Kelas II” terbitan Depdikbud tahun 1990-an, tercantum latihan “Menulis Tegak Bersambung” sebagai bagian dari keterampilan berbahasa (menyimak, berbicara, membaca, menulis).

Guru bahkan diwajibkan memberi latihan rutin menulis sambung di buku khusus (buku bergaris miring).

Pada masa Kurikulum Berbasis Kompetensi (KBK) 2004, pemerintah tak lagi mewajibkan tulisan tegak bersambung, tetapi tetap menganjurkan penggunaannya.

Dalam KTSP 2006, pemerintah mengganti istilah menjadi “menulis indah dan rapi”, tanpa menyebut “tegak bersambung”.

Mereka memberi kebebasan bagi guru dalam memilih model tulisan, dan bersifat opsional.

Dan akhirnya, pada Kurikulum 2013 dan Kurikulum Merdeka, pemerintah tak lagi mewajibkan tulisan tegak bersambung. Fokus pembelajaran menulis bergeser ke literasi fungsional, seperti menulis teks, puisi, atau laporan.

Manfaat Bagi Anak

Menurut penelitian dari Journal of Education and Learning (EduLearn) (2019), menunjukkan bahwa latihan menulis tegak bersambung tidak hanya membantu anak memahami bentuk huruf.

Namun juga meningkatkan koordinasi tangan dan konsentrasi belajar.

Dengan begitu, meski era digital semakin dominan, menguasai tulisan tegak bersambung bukan sekadar soal gaya lama dan bukan sekadar bentuk estetika.

Melainkan sebuah keterampilan yang menghubungkan tangan, pikiran, dan budaya tulis yang kaya.

Jadi, akankah pemerintah menekankan kembali pembelajaran menulis halus atau tegak bersambung sebagai kompetensi dasar untuk anak sekolah dasar?

Author

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *