Malanginspirasi.com – Di tengah kehidupan pesantren yang identik dengan spiritualitas dan kedisiplinan, masih tersembunyi satu isu yang kerap luput dari perhatian yakni perundungan atau bullying.
Fenomena ini bukan hanya permasalahan dalam ranah sosial, namun juga menyentuh psikologis dan linguistik yang membentuk karakter dari seorang santri.
Pengabdian UIN Malang
Menyadari hal ini, Lembaga Penelitian dan Pengabdian kepada Masyarakat (LP2M) UIN Maulana Malik Ibrahim Malang melalui program Qoryah Thayyibah menggelar kegiatan pengabdian.
Kegiatan ini mengusung tema “Menumbuhkan Empati, Persaudaraan, dan Ketangguhan di Pesantren” di tiga pesantren wilayah Mojosari, Mojokerto.
Menghadirkan dosen Fakultas Humaniora, Dr. Ulil Fitriyah, M.Pd., M.Ed, dan dosen Fakultas Psikologi, Muh. Anwar Fu’ady, M.A.
Mereka menggandeng para santri untuk memahami fenomena bullying dari sisi bahasa dan psikologi.

Ulil Fitriyah menjelaskan bahwa kesehatan mental sangat berkaitan erat dengan penggunaan bahasa yang digunakan sehari-hari.
“Santri perlu memahami bahwa kesehatan mental juga berkaitan erat dengan penggunaan bahasa yang santun dan penuh kesadaran. Bahasa yang baik mencerminkan jiwa yang baik,” ujarnya
Sementara itu, Muh. Anwar Fu’ady menekankan pentingnya membangun resiliensi atau ketangguhan mental agar para santri dapat menangani kesulitan yang ada dengan bijak.
“Pesantren punya potensi besar untuk melatih resiliensi. Dengan menggunakan pendekatan psikologi positif dan spiritualitas Islam, santri dapat belajar menghadapi tekanan hidup dengan bijak dan dapat menjadikan proses menuju kematangan diri,” jelasnya.
Lebih lanjut, penggabungan pendekatan psikologis dan linguistik ini menjadi langkah strategis menghadapi tantangan sosial seperti bullying di pesantren.
Secara psikologis, bullying meninggalkan luka mendalam yang dapat mengganggu perkembangan emosional dan rasa percaya diri korban.
Namun, luka itu sering kali bermula dari ‘bahasa’ contohnya seperti ejekan kecil dan lelucon bernada merendahkan yang diucapkan tanpa sadar.

Bahasa yang Berdaya
Dari hal tersebut, peran linguistik sangat penting, melalui kajian intercultural pragmatic.
Para dosen mengajak santri untuk memahami bagaimana makna dan konteks ucapan dapat menyinggung seseorang. Yang kemudian berpengaruh terhadap hubungan sosial para santri.
Sehingga dalam mewujudkan lingkungan pesantren yang ramah dan bebas bullying, pendekatan dengan menggabungkan kedua aspek tersebut dibutuhkan.
Melalui Qoryah Thayyibah, UIN Malang berupaya membangun paradigma baru bahwa bahasa dan jiwa saling berkaitan.
Bahasa yang santun dapat menenangkan, bukan melukai. Jiwa yang sehat akan melahirkan tutur yang berempati.








