Dipaksa Orang Tua Menikah Padahal Belum Siap, Apa yang Harus Dilakukan?

Dipaksa Orang Tua Menikah Padahal Belum Siap, Apa yang Harus Dilakukan?
Ilustrasi Menikah (Pexels/Alicia Zinn)

Malanginspirasi.com – Orang tua pada umumnya biasanya suka memaksa anaknya untuk menikah ketika menginjak usia dewasa. Padahal, si anak belum tentu siap dan mampu untuk menikah.

Orang tua yang memaksa anaknya untuk menikah padahal belum siap ini bisa karena berbagai faktor. Salah satunya karena takut anaknya dicap sebagai perawan tua.

Sehingga bila anaknya sudah memiliki pasangan tapi belum menikah, orang tau suka memaksa mereka untuk segera ke jenjang yang lebih serius.

Masalah yang dihadapi si anak dalam kasus ini bermacam-macam. Ada yang merasa belum siap secara finansial dan emosional hingga visi misi pernikahan yang berbeda antara anak dengan orang tua.

Sehingga ketakutan dan kecemasan kerap menghantui si anak untuk segera menikah. Hingga berujung pada ketidakyakinan atas hubungan itu sendiri.

Belum lagi status istri/suami dan ibu/ayah membuat sebagian orang merasa memiliki tanggung jawab lebih hingga ketakutan kehilangan kebebasan seperti saat masih pacaran atau single dulu juga muncul di benak.

Melihat hal ini, Muharani Aulia M.Psi., Psikologi menyebut seperti yang dirangkum melalui Instagram @apdc.indonesia, bahwa pernikahan adalah komitmen di antara dua orang untuk hidup bersama selamanya.

Sehingga wajar bila ada ketakutan, kekhawatiran, atau rasa tidak siap dalam menjalaninya. Karena ikatan ini akan mengubah perspektif kita terkait diri sendiri, dunia, dan seisinya.

Terlebih bila calon mempelai belum saling mengenal sepenuhnya. Timbulnya pikiran si dia akan berubah atau ia akan menyakiti setelah menikah mungkin akan terlintas. Sehingga belum-belum sudah takut dan terbayang sesuatu yang buruk.

Aulia menyebut, kita berhak memilih untuk hati-hati bahkan bersikap skeptis sebelum mengambil langkah besar ini. Biarkan rasa takut dan gelisahmu hadir sebagai pengingat akan hal yang perlu kamu proses.

Dari masalah ini setidaknya ada 4 masalah yang mengganggu:

1. Desakan dari orang tua untuk segera menikah
2. Persepsi ketidaksiapan finansial dan emosional
3. Pandangan tentang pernikahan dari melihat rumah tangga orang tua
4. Ketidakyakinan pada diri dan pasangan

Coba analisa lagi apa yang paling mengganggu dan dapat memperburuk masalah lainnya?

Setelah merenung tentang dua hal di atas, poin nomo 3 sepertinya bisa jadi core masalahnya.

Punya pandangan yang buruk tentang pernikahan akan mendorong kita untuk terus berpikiran negatif tentang masa depan. Padahal, hal positif juga kemungkinan bisa terjadi tapi kita mengabaikan hal itu.

Saat kita fokus pada pengalaman pernikahan yang pernah kita lihat, kita akan cenderung mencari kesamaan dengan relasi yang dibangun saat ini. Sehingga kita terjebak dalam pikiran bahwa kita akan mengalami hal serupa.

Jadi kita tidak fokus pada menghargai kelebihan dan membenahi kekurangan. Sebaliknya, kita justru sibuk khawatir dan pesimis pada diri dan pasangan.

Solusinya adalah dengan membangun batasan dengan pengalaman masa lalu. Batasan bisa dibangun secara tegas dengan menyadari bahwa kisahmu mungkin berbeda dengan pernikahan orang lain yang kamu lihat.

Batasan ini juga membuatmu sadar bahwa kamu bertumbuh dan memiliki kebebasan untuk membentuk masa depanmu tanpa terpengaruh pada potret pernikahan yang pernah kamu lihat.

Memproses masa lalu bisa membuatmu membangun pandangan baru tentang pernikahan dan mengurangi pemikiran salah saat menilai kesiapanmu tentang pernikahan. Jadi walau pada akhirnya kamu tetap merasa tidak siap, kamu tidak terjebak dalam rasa tidak berdaya dan tahu apa yang harus dilakukan dan diupayakan (problem no 3).

Kamu juga bisa melihat lebih jelas isu yang menghambat keyakinanmu pada pasangan. Kemudian melakukan diskusi mendalam dan saling terbuka. Sehingga kegelisahan dan menetapkan hati bisa teratasi (problem nomor 4).

Jika rasanya masih sulit untuk memenuhi paksaan orang tua untuk menikah, coba ungkapkan semua pertimbangan, proses berpikir, dan emosimu. Karena kamu berhak mendapat kedamaian hati dan kemantapan langkah.

Tinggalkan Komentar