Hukum Beribadah dan Memberi Nafkah Keluarga dari Uang Haram

Malanginspirasi.com – Dalam beribadah, umat muslim tentu harus menggunakan pakaian, sarana dan fasilitas yang halal. Hal ini agar kegiatan spiritual yang bernilai positif ini memiliki nilai di hadapan Allah.

Terlebih di Bulan Ramadan seperti sekarang. Umat muslim berlomba-lomba melakukan kebaikan, seperti menyantuni anak yatim, bersedekah, umrah, membangun masjid, dan lain sebagainya.

Namun belakangan ini marak berita tentang kriminal, judi, maupun korupsi. Bahkan tak main-main, perbuatan mereka telah merugikan banyak orang dan melampaui batas. Sehingga semakin meresahkan banyak orang.

Lantas, bagaimana bila umat muslim beribadah menggunakan sarana dan fasilitas dari uang haram?

Dilansir melalui Instagram @nuonline_id, hukum beribadah dari sesuatu yang haram hukumnya tidak diperbolehkan. Hal ini pun telah dijelaskan melalui hadits sahih yang diriwayatkan oleh Imam Muslim.

Dijelaskan bahwa agar ibadah umat muslim diterima dan bernilai di hadapan Allah maka harta yang ia gunakan harus murni, halal, dan tidak bercampur dengan sesuatu yang bersifat syubhat.

Hadist ini memerintahkan umat muslim agar lebih berhati-hati sehingga ibadah dan perbuatan baiknya tidak sia-sia.

Mayoritas ulama fiqh menyebut bahwa ibadah dengan harta, sarana, dan fasilitas yang haram tetap sah asalkan memenuhi syarat, rukun dan kewajiban-kewajibannya. Namun barang atau harta haram ini tidak diperbolehkan dari segi izin syariat. Jadi walau sah tapi haram untuk dilakukan.

Berbeda dengan mayoritas ulama, menurut Mazhab Maliki, saat umat muslim beribadah maka ia harus menggunakan sarana atau fasilitas yang halal dan bebas dari syubhat. Karena sesuatu yang haram dan syubhat berpengaruh pada diterima atau tidaknya sebuah ibadah.

Menafkahi keluarga dengan uang yang halal termasuk ibadah. (Pexels)

Kewajiban Memberi Nafkah Keluarga

Begitu juga saat memberi nafkah pada keluarga. Memberi nafkah juga termasuk ibadah dan wajib dilakukan oleh umat muslim laki-laki yang sudah menikah.

Karena memakan sesuatu dari yang haram telah dilarang oleh agama dan negara. Namun hal ini menjadi diperbolehkan saat ia berada dalam kondisi darurat dan hanya untuk sekadar bertahan hidup.

Sesuatu yang haram juga diperbolehkan bila umat muslim tidak memakannya maka ia justru mengalami hal buruk.

Hal ini pun tertuang dalam Al-Qur’an surat Al-Maidah [5] ayat 3;

فَمَنِ اضْطُرَّ فِيْ مَخْمَصَةٍ غَيْرَ مُتَجَانِفٍ لِّاِثْمٍۙ فَاِنَّ اللّٰهَ غَفُوْرٌ رَّحِيْمٌ

FA MANIḌṬURRA FĪ MAKHMAṢATIN GAIRA MUTAJĀNIFIL LI`IṠMIN FA INNALLĀHA GAFỤRUR RAḤĪM

Artinya: “Maka, siapa yang terpaksa karena lapar, bukan karena ingin berbuat dosa, sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.”

Menurut KH M. Sjafi’i Hadzami, anak di bawah umur yang belum bisa menafkahi dirinya dan masih bergantung pada orang tuanya, maka ia diperbolehkan memakan sesuatu yang haram dan dibebaskan dari dosa. Karena anak-anak ini belum dibebani taklif syar’i.

Namun, bila umat muslim melihat saudara memberi nafkah keluarganya dengan sesuatu yang haram maka sudah seharusnya untuk diingatkan.

Memberi nafkah dengan harta yang haram maka ia akan mendapatkan dosa dan mendapat murka dari Allah SWT. Sementara bagi penerima nafkah haram akan membuatnya terbiasa dengan hal-hal yang dilarang agama. Sehingga beribadah dari memakan sesuatu yang haram diibaratkan seperti membangun di atas pasir.

Wallahu Alam.

Author

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *