Malanginspirasi.com – Studi terbaru mengungkapkan banyak konten video populer di TikTok tentang ADHD (Attention-Deficit/Hyperactivity Disorder), atau yang berkenaan dengan kesehatan mental, tidak seluruhnya benar. Dalam artian, informasi yang diberikan ada yang bermanfaat, tetapi tak sedikit juga yang menyesatkan. Bahkan, lebih dari separuh dari 100 video TikTok berkenaan dengan ADHD yang paling banyak dilihat, ternyata tidak akurat.
Demikian hasil temuan studi terbaru yang dipublikasikan dalam jurnal PLOS One baru-baru ini. Studi tersebut menyoroti kaum akademis di kampus yang mempercayai informasi-informasi terkait ADHD di TikTok sebagai akurat.
Ironisnya, banyak mahasiswa yang kemudian gercep membagikan dan merekomendasikan konten-konten ngasal tersebut.
“TikTok bisa menjadi alat yang luar biasa untuk meningkatkan kesadaran dan mengurangi stigma. Tetapi di sisi bersamaan juga memiliki sisi negatif,” kata Vasileia Karasavva, peneliti utama yang juga mahasiswa doktoral psikologi klinis di University of British Columbia, dalam rilis resmi yang dibagikan ke media.
“Cerita pribadi dan pengalaman individu memang bisa menjadi tambahan informasi, tetapi kurang kontekstual. Hal ini dapat menyebabkan salah paham tentang ADHD dan kesehatan mental secara umum,” Karasavva menambahkan.
Dalam studi tersebut, peneliti mengidentifikasi 100 video TikTok terpopuler dengan tagar #ADHD. Selanjutnya, dua psikolog klinis yang ahli dalam bidang ADHD meninjau klaim yang ada dalam video-video tersebut. Hasilnya menunjukkan hanya sekitar 49% klaim dalam video TikTok tersebut yang akurat berdasarkan pedoman diagnostik ADHD.
Tahap selanjutnya, peneliti melakukan survei terhadap hampir 850 mahasiswa tentang kebiasaan mereka menonton TikTok #ADHD.
Sekitar 200 mahasiswa memiliki diagnosis formal ADHD. Sementara lebih dari 400 mahasiswa mendiagnosis diri mereka sendiri dengan gangguan ini.
Mahasiswa yang didiagnosis secara formal atau mendiagnosis diri sendiri dengan ADHD, terbukti lebih sering menonton TikTok tentang subjek ini dibandingkan mereka yang tidak memiliki ADHD.
Hal ini juga berlaku di Indonesia. Banyak konten TikTok terkait ADHD yang bersliweran tanpa penjelasan ilmiah. Hanya sebatas pengalaman pribadi yang berujung pada diagnosa secara serampangan.
@kevinadityasantoso Di balik keseruan ADHD juga ada sisi gelap yang menyakitkan, tapi tenang kalian semua tidak sendiri kok. Yok kita saling support satu sama lain 🙌 #adhdindonesia #adhddewasa ♬ What Was I Made For? [From The Motion Picture “Barbie”] – Billie Eilish
Berlebihan
Semakin banyak video TikTok terkait ADHD yang ditonton, semakin besar kemungkinan mereka untuk melebih-lebihkan seberapa sering gejala ADHD terjadi di masyarakat dan seberapa parah gejala tersebut.
Peneliti khawatir konten-konten menyesatkan di TikTok ini bisa membuat orang salah mengartikan perilaku normal atau gejala yang sebenarnya disebabkan oleh kondisi lain sebagai tanda ADHD.
Para peneliti mengatakan mahasiswa mungkin merasa lebih nyaman dengan orang biasa yang membicarakan masalah ADHD mereka di TikTok. Terutama jika dibandingkan dengan psikolog yang membahas subjek tersebut dengan ‘kaku’. Bahkan mereka cenderung tak ambil pusing sekalipun jika konten tersebut ternyata tidak akurat.
“Mereka mungkin lebih menghargai keterhubungan, keaslian, dan kerentanan dalam membahas pengalaman hidup seseorang dibandingkan dengan latar belakang akademis seorang pembuat konten,” tulis para peneliti.
Mereka mengatakan konten di TikTok lebih mudah diakses dan dicerna. Ini sangat kontras dengan informasi yang lebih njlimet dari artikel jurnal empiris dan murni bersifat klinis.
Karena itu, para peneliti menekankan bahwa pakar kesehatan mental harus siap menanggapi orang yang mencari diagnosis ADHD berdasarkan informasi atau konten yang salah yang mereka dapatkan dari TikTok.
“Penting bagi para profesional untuk mendengarkan pengalaman pasien dengan informasi ADHD di media sosial . Dan juga mendengar tentang apa yang menurut pasien berharga dalam informasi ini,” jelas para peneliti.